Dibalik tirai jendela yang usang ,
ada rinai senduh
Diantara selah kisi kisi yg sudah mulai rapuh..
Kulihat seraut wajah yang lusuh terunduk lesuh..
Nanar matanya seolah berdialog hampa padaku
Kuberharap pertiap detiknya
Agar terucap dari keluh bibirnya yang telah mengering bagai padang savana disirami teriknya mentari..
Sesekali ia tengadahkan wajahnya kelangit yang mendung
Sembari kedua tangan tua itu mencengkram erat pada bumi hingga nampak urat urat jiwanya yang menjadi guraratan abstrak membuat aku sulit memaknainya
Seperti teka teki kehidupan kucoba untuk mengartikan pertiap guratan abstrak itu..
Dengan keterbatasan dimensi yg kumiliki...
Nyatanya sulit kutemukan jawaban itu
Hingga mataku berkaca kaca,dan aku malu pada diriku..
Apakah aku terlalu bodoh dalam hal ini..
Bahkan untuk mencernah sebuah isyarat yang jelas nyata ada, namun aku tak sanggup
Begitu lemahkah indra indra yang kumiliki ini.
Mengapa mereka terlalu lemah atau memang mereka sudah lelah...
Oh Tuhan, jika kenyataan ini terus menempel pada diriku"_ tolong.., beri petunjuk padaku bagaimana caranya mendekap benci pada mata nya"_
Aku lelah pada diriku dengan kedangkalan pemikiran untuk melihat disekelingku,,
Kepala ,jiwa ,rongga dan indra tertunduk diatas ambisi hati yang gerah"_
Andai saja kepalan tangan menjadi sebuah pedang
Tentu merah setelah nya adalah kemenangan"_..
Kopi Hitam ( Yos Fernandes)
23 Maret 2020
Komentar
Posting Komentar